Sumber gambar: kompas.com Alhamdulillah, telah sampai kita pada hari kemenangan. Antara sedih dan senang karena harus mengucapkan selamat jalan pada Ramadhan sekaligus bahagia menyambut hari kemenangan. Malam takbiran terasa sangat megah, mendengar sahutan takbir menjadi syahdu dan haru. Di moment bahagia ini kita berkumpul dengan keluarga. Suka cita mempersiapkan lebaran esoknya, mulai dari bersih-bersih rumah, memasak sajian spesial lebaran, gosok baju yg bertumpuk atau persiapan mudik. Banyak serba-serbi nya ya. Yang pasti ini moment yang spesial bagi ummat Islam. Intinya sehebat apapun kita mempersiapkan Hari Raya atau Lebaran, hal yang paling mewah adalah berkumpul dengan keluarga. Karena di hari libur lain, belum tentu bisa berkumpul dengan formasi lengkap. Bagi yang sedang merantau dan belum memungkinkan untuk mudik, sabar ya. Semoga di tahun selanjutnya bisa berkumpul. Rasanya seru ya, bisa berkumpul dengan keluarga besar, ada orangtua, kakek nen
Ramadhan tinggal menghitung hari ya. Rasanya kok cepat sekali, padahal belum banyak amalan yang dioptimalkan. Ini perasaan Dewi aja atau ada yang satu feel kah? Sepuluh Ramadhan terakhir jadi kesempatan kita untuk mencapai garis finish dengan senyum riang kah, atau tangis penyesalan, karena belum bisa optimal dalam memanfaatkannya. Ini tentu kita sendiri yang menentukan. Rasulullah SAW sendiri selalu memanfaatkan sepuluh malam terakhir ramadhan dengan semakin meningkatkan amalan-amalannya, terutama ketika malam. Padahal Rasulullah adalah insan mulia yang sudah dijamin masuk syurga. Lalu apa saja amalan itu? Tidak lain yaitu itikaf, qiyamullail dan tadarus. Sehingga waktu tidur beliau pun amat sedikit. Dan itu semua dikerjakan pada malam hari, karena untuk mencari momen lailatul qadar dan tentu saat malam hari ibadah kita lebih khusyuk. Yang menjadi persoalan adalah tidak mudah untuk bangun di malam hari atau terjaga saat malam untuk beribadah. Tapi masa kita men